
ACEH, - Bendera putih berkibar di beberapa titik di jalan-jalan Aceh sebagai tanda keadaan darurat. Penduduk menyerah menghadapi banjir yang terjadi di Aceh.
"Masyarakat menyerah dan membutuhkan bantuan. Kami tidak mampu lagi," kata Bahtiar, warga Alue Nibong, Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, Minggu (14/12/2025).
Dikutip dari Kompas.id, masyarakat menganggap pemerintah pusat terlambat dalam menangani bencana di Sumatera, khususnya di Aceh.
Bendera putih menghiasi jalanan di kawasan Aceh Timur. Bendera putih juga dipasang oleh penduduk sepanjang jalan nasional yang menghubungkan Banda Aceh dengan Medan hingga Kabupaten Aceh Tamiang.
Sampai tiga minggu setelah bencana banjir melanda daerah tersebut, bantuan masih sangat terbatas. Penduduk akhirnya mengambil inisiatif untuk saling membantu dan mendirikan dapur umum sendiri.
Namun, persediaan makanan yang mereka miliki semakin berkurang dan banyak penduduk yang mengalami kelaparan.
"Masyarakat di sini sudah tidak mampu lagi. Bendera putih ini merupakan tanda kami menyerah terhadap situasi," kata Zamzami, warga lainnya.
Ketua Gerakan Rakyat Aceh Bersatu, Masri menyatakan bahwa masyarakat kewalahan dan tidak mampu menghadapi dampak bencana yang sangat parah.
Mereka meminta Presiden Prabowo Subianto untuk menetapkan status bencana nasional. Jika tidak, menurut Masri, masyarakat akan turun ke jalan pada 16 Desember 2025.
"Seluruh pergerakan masyarakat sipil di Aceh akan bersatu dalam aksi jalan kaki, mulai dari Langsa, Aceh Tamiang, Aceh Timur, Lhokseumawe, serta kabupaten-kabupaten lainnya di Aceh, guna meminta pemerintah pusat mengakui bencana Sumatera sebagai bencana nasional," ujarnya.
Tuntutan tersebut diungkapkan agar Presiden Prabowo mengambil tindakan darurat yang terkoordinasi.
Untuk memperoleh bantuan logistik tambahan, tenaga medis, alat berat, serta kebutuhan penting lainnya, karena bantuan daerah tidak mencukupi.
Kemudian, masyarakat berharap pemerintah pusat segera melakukan pendataan kerusakan secara menyeluruh sebagai dasar tindakan pemindahan, perbaikan, dan pemulihan.
Akhirnya, masyarakat berharap adanya jaminan pemulihan ekonomi bagi rakyat, khususnya warga kecil yang kehilangan rumah, lahan, serta sumber penghidupan.
Kondisi darurat
Ia mengatakan, bendera putih yang telah berkibar di Aceh menjadi tanda situasi darurat dan seharusnya segera ditanggapi oleh pemerintah.
"Bendera dikibarkan sebagai tanda bahaya dan meminta bantuan dari komunitas global bagi Aceh," katanya.
Kepala Biro Komunikasi Pemerintah Aceh, Teuku Kamaruzzaman atau dikenal sebagai Ampon Man menganggap, kehadiran pemerintah hampir tidak terasa bagi warga Aceh dalam menghadapi bencana ini.
"Negara terasa ada dan tidak ada bagi Aceh," katanya, dilaporkan dariTribunnews.com, Minggu (14/12/2025).
Seorang mantan Sekretaris BRR Aceh-Nias menggambarkan kondisi masyarakat yang hidup tanpa listrik dan komunikasi selama beberapa minggu, bahkan di wilayah yang tergolong aman seperti Banda Aceh dan Aceh Besar.
Kurangnya pasokan bahan bakar minyak dan elpiji semakin memperparah kondisi, menghambat usaha mikro, kecil, dan menengah serta industri rumah tangga, serta menyebabkan kenaikan harga kebutuhan pokok.
Menurut Ampon Man, kemampuan lembaga pemerintah dalam menghadapi bencana terlihat sangat terbatas, karena tidak adanya tenaga penyelamat yang memiliki pelatihan yang memadai.
Ia menyoroti isolasi beberapa wilayah yang menyulitkan korban dalam mendapatkan pasokan makanan serta kurangnya distribusi logistik skala besar melalui udara seperti yang terjadi saat tsunami 2004.
"Tidak terlihat adanya penggunaan komponen cadangan negara secara besar-besaran dalam pencarian dan penyelamatan korban," ujarnya.
Selain itu, PLN dinilai hanya melakukan perbaikan jaringan listrik secara biasa, tanpa mengambil tindakan darurat seperti menyediakan generator untuk kota-kota yang terkena dampak.
Pertamina baru mulai mendistribusikan bahan bakar minyak dan elpiji pada hari ke-10 setelah bencana.
Meski demikian, Ampon Man mengapresiasi Badan Pangan Nasional dan Bulog yang mampu menyediakan pasokan pangan yang cukup untuk posko bencana.
Ia menekankan bahwa tindakan pemerintah pusat yang lambat setara dengan menghina upaya penyelamatan para korban.
Menurutnya, Aceh perlu berani menghadapi bencana dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.