Newsindonesia -
Vonis bebas terhadap mantan Bupati Langkat, Terbit
Rencana Perangin-angin, dianggap wujud kegagalan pemerintah dalam
melindungi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Terbit divonis bebas dalam kasus kerangkeng manusia oleh
majelis hakim Pengadilan Negeri Stabat, Sumatera Utara, Senin (8/7/2024).
"Tentu saja hal ini sangat memilukan bagi penegakan hak
asasi manusia dan keadilan, karena perangkat negara melalui pengadilan telah
gagal melindungi korban," kata Tim Advokasi Penegakan Hak Asasi Manusia
(TAP-HAM) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dalam keterangan
pers, seperti dikutip pada Jumat (12/7/2024).
Koordinator KontraS Andi Muhammad Rezaldy mengatakan, mereka
menilai sangat ganjil apabila Terbit sebagai aktor intelektual dari perkara
TPPO ini justru diputus bebas. Mereka juga menyatakan kecewa terhadap putusan
bebas Terbit.
"TAP-HAM mengecam keras putusan majelis hakim
Pengadilan Negeri Stabat yang memvonis vrijspraak sehingga Terbit Rencana
Perangin-angin eks bupati Langkat melenggang bebas," ucap Andi.
Saat penggeledahan
ditemukan ruangan kerangkeng dengan jeruji besi di belakang rumah Terbit berisi
sejumlah orang.
Setelah diusut, terungkap
Terbit adalah pemilik bangunan itu yang mengeksploitasi sejumlah orang buat
dipekerjakan paksa di perkebunan sawit miliknya dan tidak dibayar.
Dalam putusan itu, KontraS
juga mengkritik majelis hakim yang membebaskan Terbit dari kewajiban membayar
biaya restitusi bagi 12 korban atau ahli warisnya.
Padahal dalam berkas
tuntutan, jaksa penuntut umum menuntut memasukkan biaya restitusi buat
diberikan kepada 12 korban TPPO atau kepada ahli warisnya sebesar Rp
2.377.805.493.
"Kami juga
menyayangkan putusan tersebut mengabaikan kondisi korban karena tidak
dikabulkannya restitusi oleh hakim," kata Andi.
Menurut Andi, dalam kasus
itu korban seharusnya mendapatkan restitusi jika Terbit divonis bersalah. Akan
tetapi majelis hakim malah membebaskannya sehingga menimbulkan ketidakadilan
bagi korban.
"Kondisi tersebut
menambah catatan buruk terkait dengan penegakan hukum TPPO dan juga upaya
pemulihan korban oleh negara," ujar Andi.
