Insider Priangan– Fenomena viral Yasika Aulia Ramadhani, putri Wakil Ketua DPRD Sulsel yang mengelola 41 Dapur MBG.Membuka-bukaan menunjukkan pola yang selama ini menjadi 'open secret': praktik 'bagi-bagi proyek' di kalangan dalam keluarga dan kerabat pejabat dalam program nasional strategis.
Kasus Yasika bukanlah yang pertama dan terakhir, melainkan sekupas contoh dari fenomena sistematis di mana pengelolaan Dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) atau Sentra Pangan Penyediaan Gizi (SPPG) banyak dikuasai oleh oknum dekat pemerintahan, TNI, Polri, dan anggota dewan.
Dari Fokus Lokal ke Pola Nasional
Awalnya, kasus ini terlihat seperti sorotan media sosial biasa. Netizen seperti @MariaAlkaff_ dan @bakuldimsum_ menyoroti munculnya Yasika sebagai pengelola puluhan dapur, yang langsung direspons dengan komentar pedas, "Oh wow," dan "Anak Pejabat mah, bebas...! Emang program ini sudah kayak bagi-bagi proyek di kalangan mereka aja."
Yang membuat sorotan ini meluas adalah pengakuan netizen bahwa pola ini adalah hal yang umum.
"Tidak aneh, proyek seperti ini biasanya lingkaran mereka yang mendapat," tulis @Delta_tofu.
Sebuah akun lain bahkan secara tegas menyatakan, "TNI POLRI AKTIF KELUARGA PEJABAT MSH RAKUS JUGA YAU MENGELOLA PROGRAM MBG," yang membenarkan bahwa pola ini telah menjadi pengetahuan umum.
Yasika Hanya Salah Satu dari Banyak Sekali
Investigasi lebih lanjut menunjukkan bahwa yang terjadi pada Yasika hanyalah replika dari kasus-kasus serupa di berbagai daerah.
Program SPPG, yang didanai dengan anggaran yang tidak sedikit dari APBN, dalam pelaksanaannya rentan disusupi oleh kepentingan pihak-pihak tertentu.
Pola yang terlihat konsisten:
- Dominasi Keluarga Inti: Anak, saudara, atau kerabat dekat pejabat eksekutif atau legislatif sering tercatat sebagai pembina, pengurus, atau mitra pelaksana yayasan yang mengelola dapur-dapur SPPG.
- Keterlibatan Lingkaran Dalam TNI/Polri: Bukan rahasia lagi bahwa dalam banyak tender atau penunjukan langsung, yayasan-yayasan yang memiliki koneksi dengan anggota TNI/Polri aktif atau pensiunan sering kali menjadi pemenang.
- Kurangnya Transparansi: Mekanisme penunjukan pengelola seringkali tertutup, tanpa proses lelang atau seleksi yang terbuka bagi masyarakat umum. Hal ini menciptakan "ekosistem" tertutup yang hanya menguntungkan satu kelompok.
Praktik ini mengubah program mulia penanganan stunting dan gizi buruk menjadi ajang "family project" atau bahkan "proyek dinasti" yang memperkaya segelintir orang.
Dampaknya Rakyat Menjadi Korban
Praktik pembagian proyek ini memiliki dampak yang sangat merugikan:
- Di Era Efisiensi Anggaran: Dana yang seharusnya digunakan untuk peningkatan gizi masyarakat, bisa tergerus untuk mark-up harga atau pembiayaan yayasan yang tidak transparan.
- Membunuh UMKM Lokal: Petani dan pelaku UMKM lokal yang seharusnya menjadi prioritas justru kalah bersaing dengan "pemain lama" yang sudah masuk dalam lingkaran proyek.
- Mengikis Kepercayaan Publik: Masyarakat menjadi sinis dan tidak lagi percaya terhadap semua program pemerintah, karena dianggap selalu bernuansa KKN.
- Bahan Pangan Menjadi Sulit: Sejak ada program MBG, harga sayuran dan bahan pangan lainnya di pasar tradisional terlihat mengalami kenaikan, dengan barang yang semakin sedikit.
Akuntabilitas dan Transparansi
Kasus viralnya Yasika Aulia Ramadhani seharusnya menjadi peringatan keras bagi pemerintah pusat dan daerah, serta aparat penegak hukum.
Perhatian netizen bukan sekadar ucapan kebencian, melainkan kritik yang substansial terhadap tata kelola keuangan negara yang buruk.
Pemerintah dituntut untuk:
- Membuka data secara transparan mengenai seluruh mitra pengelola SPPG di seluruh Indonesia, beserta latar belakang dan kepemilikannya.
- Menciptakan mekanisme seleksi yang terbuka, adil, dan kompetitif untuk memilih pengelola program.
- Melakukan audit investigasi terhadap seluruh aliran dana SPPG, khususnya pada yayasan-yayasan yang dikelola oleh keluarga dan kerabat pejabat.
Jika tidak, program nasional yang penting ini hanya akan menjadi "proyek lingkaran elit" yang gagal menyentuh akar masalah gizi, sementara angka stunting dan kemiskinan tetap menjadi warisan bagi rakyat kecil. (***)