
newsindonesia.CO.ID, JAKARTA — Gelombang pemindahan industri yang membutuhkan tenaga kerja banyak disebut akan mengalir ke Pulau Jawa seiring adanya tarif balasan Amerika Serikat (AS) yang menekan biaya produksi di Tiongkok dan Vietnam. Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Mochammad Firman Hidayat menyebut, setidaknya 27 perusahaan di Tiongkok dan Vietnam telah mengajukan rencana pemindahan pabrik, terutama ke Jawa Tengah, dengan potensi penciptaan 120 ribu lapangan kerja baru.
Firman menjelaskan bahwa sebagian besar perusahaan bergerak di sektor alas kaki dan perkebunan yang rentan terhadap perubahan struktur biaya global. Ia mengatakan, selisih tarif yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat Donald Trump menjadi pemicu utama pergeseran investasi karena Indonesia kini dikenai tarif 19 persen, sementara Cina 47 persen dan Vietnam 20 persen.
Menurut Firman, arus relokasi tersebut bisa menjadi peluang pertumbuhan ekonomi jika didukung percepatan perizinan dan reformasi birokrasi.
Di sisi lain, Firman menilai kesiapan tenaga kerja menjadi tantangan yang harus segera diatasi di daerah tujuan relokasi. Ia mencontohkan kebutuhan tenaga penjahit di Jawa Tengah yang belum terpenuhi karena sebagian besar masyarakat masih bekerja di sektor pertanian.
Salah satu kendala yang mereka hadapi di Jawa Tengah ituya, mereka membutuhkan tenaga-tenaga penjahit seperti itu ya, itu sulit ditemukannya. Karena rata-rata di sana adalah petani dan sebagainya," kata Firmandalam Indonesia Economic Outlook 2025 di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Senin (24/11/2025).
Firman menambahkan, perusahaan memerlukan waktu untuk melatih tenaga lokal agar produktivitasnya dapat menyamai negara pesaing. "Jadi, mereka butuh waktu untuk melatih para pekerja di Jawa itu."ya. Sehingga, produktivitasnya bisa meningkat,paling tidak"setara dengan Vietnam," kata Firman.
Ia menegaskan reformasi birokrasi dan perbaikan iklim investasi diperlukan untuk menarik investasi formal berkualitas. Menurut Firman, Indonesia masih tertinggal dari Vietnam dan India dalam hal keterbukaan investasi dan daya saing tenaga kerja.
"Ini hanya salah satu indikator saja, bagaimana restriksi dan ketertutupan investasi Indonesia masih relatif tinggi dibandingkan pesaing kita, Vietnam dan India. Dan yang paling besar adalah adanya restriksi. Tadi ada membicarakan tentang restriksi impor, juga ada membicarakan tentang TKDN dan lain sebagainya. Ini yang kemudian harus kita reformasi," kata Firman.