, MANGUPURA- Mendekati pergantian tahun 2025, ruang kehidupan sehari-hari kita terus dipenuhi berita-berita yang membebankan: perang, kerusuhan, bencana alam, serta berbagai bentuk tindak kriminal yang tampaknya tak pernah berhenti.
Aliran informasi yang deras—yang muncul terus-menerus melalui layar perangkat genggam, sering kali menyebabkan rasa sesak dan menguji kewarasankita setiap saat.
Di tengah serbuan tersebut, kita memerlukan tempat untuk menghirup napas; sebuah taman yang kesadaran kembali diperbaiki dan harapan kembali tumbuh, sebuah kota idaman.
Bentara Budaya dan Komunitas Seni Rupa HOCA (House Of Cartoon maniA) mengenali kebutuhan tersebut, lalu bekerja sama untuk menyajikan oase ini melalui pameran karya seni modern dengan nuansa positif di Bali.
Pameran dengan tema "UTOPIA 2025" muncul sebagai bentuk kebutuhan untuk menyediakan ruang evaluasi terhadap berbagai peristiwa yang terjadi sepanjang tahun 2025.
Pembukaan pameran seni visual bertajuk “UTOPIA 2025” dihelat pada Jumat, 5 Desember 2025 sore hari, di Hotel Tijili Seminyak, Jl. Drupadi Seminyak No.9, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali.
Pameran diadakan mulai tanggal 5 Desember, hingga berakhir pada 14 Desember 2025.
Karya-karya yang telah dipamerkan dan belum diambil oleh kolektor atau dengan persetujuan dari kolektornya akan kembali ditampilkan di Hotel Tijili Benoa, Nusa Dua, Bali.
Pameran UTOPIA 2025 diresmikan oleh Manajer Bentara Budaya, Ika W Burhan, Kadispar Kota Denpasar Ni Luh Putu Riyastiti, Kasi Promosi Dispar Bali I Ketut Yadnya Winarta, perwakilan HOCA, perwakilan Baliola dan perwakilan Hotel Tijili.
Pameran ini menampilkan 17 seniman anggota HOCA yang datang dari berbagai wilayah.
Kesepuluh tujuh seniman tersebut adalah Agus Yudha (Denpasar), Andhika Wicaksana (Denpasar), Beng Rahadian (Jakarta), Damuh Bening (Jakarta), Den Dede (Makassar), Ika W Burhan (Bogor), I Wayan Nuriarta (Denpasar), I Made Marthana Yusa (Tabanan), I Komang Try Adi Stanaya (Denpasar), Ninik Juniati (Surabaya), Pinky Sinanta (Karangasem), Putu Ebo (Denpasar), Pradya (Denpasar), Supradaka (Jakarta), Thomdean (Tangerang) serta Yere Agusto (Denpasar) dan Yulius Widi Nugroho (Surabaya).
Para seniman mempersembahkan 52 karya dalam berbagai bentuk karya visual seperti lukisan, ilustrasi, kartun, serta tenun (fashion).
Mengambil inspirasi dari konsep Utopia dengan tema utama menyoroti sisi-sisi baik dari situasi yang gelap (negatif) di tingkat lokal, nasional, dan internasional, pameran ini menghadirkan kembali khayalan tentang masyarakat yang harmonis, berkembang, teratur, dan hampir sempurna—sebuah dunia ideal di mana tindak kejahatan, keserakahan, dan ketidakstabilan tidak lagi menjadi arus utama dalam kehidupan.
Seperti menggunakan utopia untuk mengkritik situasi sosial-politik pada masa itu, pameran ini menampilkan karya-karya yang memicu imajinasi tentang kondisi yang lebih baik, bukan dengan menonjolkan keburukan, tetapi dengan menunjukkan kemungkinan ideal yang pantas diperjuangkan.
Keunikan Pameran Seni Rupa “UTOPIA 2025”, selain kemitraan dengan Bentara Budaya, juga terdapat dalam kerja sama antara HOCA dengan Baliola, perusahaan startup yang mengusulkan Sertifikat Digital Kraflab berbasis Blockchain.
Ini adalah kerja sama antara Bentara Budaya dengan HOCA, yang sudah yang ketiga, mungkin bahkan keempat, sedangkan dengan Kraflab ini pertama kalinya. Jadi, sertifikasi digital ini menurut saya unik," kata Manajer Bentara Budaya, Ika W Burhan, di sela pembukaan pameran.
Menurutnya, tambahan bahwa karya tersebut tidak akan hilang, menurutnya perlu dipertimbangkan, perlu dipikirkan, untuk mengikuti perkembangan teknologi seperti Sertifikat Digital Kraflab.
Kemudian diharapkan bahwa pameran ini dari Bentara sendiri ingin tetap mampu menyatukan berbagai komunitas, bukan hanya HOCA tetapi juga komunitas seni lainnya.
"Dengan berkolaborasi dengan komunitas, sesuai dengan surat CEO Kompas Gramedia, kita tetap menerima anak-anak muda, baik itu penonton maupun penggemar seninya," tambah Ika.
Selain itu, pihaknya berharap Pameran Seni Visual UTOPIA ini akan menjadi acara tahunan bersama HOCA serta bekerja sama dengan komunitas lainnya.
Untuk pelaksanaan berikutnya, Ika juga ingin mengajak seniman yang berbasis karya di atas daun lontar.
"Itu adalah rencana berikutnya, saya meminta teman-teman tim di Bali untuk mencari para pelukis yang menggambar di atas daun lontar. Meskipun terdengar seperti hal biasa, tetapi diterjemahkannya dengan gaya yang lebih modern. Karya yang menggambarkan situasi saat ini, tetapi digambar di atas daun lontar," katanya.
Ika menambahkan, di masa mendatang setiap bulan akan selalu diadakan pameran di Jakarta, Bali, serta Jogja.
Di mana khususnya Bentara Budaya di Bali dalam setahun bisa diadakan dua hingga tiga kali.
Semua karya yang dipamerkan dalam UTOPIA 2025 telah mendapatkan sertifikasi dengan perlindungan pencatatan digital yang tidak dapat diubah melalui Blockchain.
Ini merupakan inovasi terbaru dalam perlindungan karya seni dan peningkatan nilai.
Biasanya sertifikat dikeluarkan oleh penciptanya sendiri yang berpotensi dikopi atau dimanipulasi oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab.
Namun, dengan Sertifikat Digital Kraflab yang diverifikasi oleh komunitas seperti HOCA, sulit bagi seseorang melakukan tindakan kejahatan terhadap karya-karya yang telah mendapatkan sertifikasi Kraflab.
Kurator pameran I Wayan Nuriarta, dengan perspektif "UTOPIA", mengajak para pengunjung untuk meninjau kembali kegelapan yang ada—baik di tingkat lokal, nasional, maupun global—serta menemukan sisi-sisi positif, potensi, dan harapan yang tersembunyi di dalamnya.
Terkadang kita terjebak dalam kritik yang hanya menyoroti kelemahan. Namun, kritik juga bisa dilakukan dengan menyampaikan gambaran sempurna yang seharusnya ada di tengah masyarakat.
Melalui karya-karya yang penuh semangat utopia, para seniman menyajikan peluang-peluang yang mendorong kita membayangkan masa depan yang lebih baik sambil menguji diri sendiri untuk mewujudkannya, dimulai dari lingkup kehidupan yang paling dekat.
"UTOPIA" bukan hanya sebuah pameran visual, melainkan undangan untuk merayakan harapan, membayangkan sistem yang lebih manusiawi, serta menemukan ketenangan di tengah dunia yang ramai.
Pameran ini mengajak publik untuk melihat, merenung, dan pada akhirnya percaya bahwa dunia yang lebih baik tetap mungkin diwujudkan.(*)
Kumpulan Artikel Bali