Oleh : Rofiq Ali Muhsin*
"Anak-anak satu kue kalau dibagi untuk empat orang, masing-masing dapat berapa? " Ujar Bu Dian.
Tiba-tiba, tangan mungil Andi mengacung keras. "Bu! Kalau kuenya coklat, saya mau bagian yang lebih besar! Soalnya adik saya juga suka!"
Kelas yang tadi lesu langsung riuh. Santi protes, "Itu tidak adil, Bu! Harusnya sama rata!"
Giliran Roni nyeletuk, "Ibu guru, kalau kuenya sebagian ilang dimakan tikus gimana baginya?"
Bu Dian menahan tawa. Di tengah kekacauan logika anak-anak ini, justru ada cahaya. Dia menarik napas.
"Baiklah," katanya. "Kita ubah soalnya. Ibu punya uang tinggal sedikit...eh..eh salah, maksudnya, ibu punya sekotak krayon dengan 24 warna. Jika dibagi rata untuk 6 kelompok. Berapa yang setiap kelompok dapat?"
Bu Dian kemudian menyusuri barisan meja, mendengarkan celoteh mereka. Ada yang hitung dengan jari, ada yang langsung jawab, ada juga yang malah bertanya kenapa krayonnya tidak warna emas semua.
Di sudut kelas, Lia, gadis pemalu yang biasanya diam, tiba-tiba berbisik, "Bu, boleh gak krayon nya buat kelompok ku nanti lebih banyak? Janji deh Bu Dian nanti Lia kasih juga krayonnya."
Celoteh sederhana murid itu menyentuh hati Bu Dian. Dalam situasi ketidakpastian cairnya tunjangan profesi yang bikin pusing, ditambah dalam hari-hari ini printer sekolah juga sering mogok dan membuat Bu Dian harus menulis tangan perangkat pembelajaran demi menghemat, ada hal yang tetap pasti: cahaya di mata anak-anak saat mereka paham.
Peluit istirahat berbunyi. Sebelum mereka berlarian, Bu Dian berteriak, "Anak-anak, besok kita praktek bikin kue dari plastisin! Siapa yang bisa bagi rata, dapat bonus 'frosting' glitter!"
Sorakan mereka menggema di ruangan. Masalah tunjangan? Masih ada. Tapi Bu Dian tersenyum. Tambahan gajinya mungkin telat, tapi "gaji" lain—berupa tawa, kejujuran, dan momen "aha!" murid-muridnya—selalu cair tepat waktu, setiap hari, dengan bunga yang jauh lebih berharga daripada angka di slip SPJ.
Mari kawan-kawan guru semua, kita tetap bersyukur dan tersenyum apapun kondisi kita demi anak -anak bangsa tercinta.
* Sekjen Forum Guru Indonesia (FGI)
