Iklan

Pemuda Saat Ini Lebih Takut Miskin daripada Takut Tidak Menikah, Benarkah?

Saturday, November 22, 2025, 7:25 AM WIB Last Updated 2025-11-23T00:52:56Z

berita indonesiaAkhir Oktober 2025 lalu, media sosial Threads diramaikan dengan pembahasan terkait anak-anak zaman sekarang lebih takut miskin daripada takut tidak menikah.

Unggahannya menjadi viral hingga mendapatkan lebih dari 12.500 suka dan diulang oleh lebih dari 207.000 pengguna lainnya. Dengan kata lain, mereka yang menyukai unggahan tersebut setuju dengan pendapat pemilik akun.

Kondisi dunia memang selalu dinamis, membentuk pola pikir dan tindakan setiap generasi manusia berbeda-beda.

Di Indonesia yang berusia 80 tahun dan telah delapan kali mengganti presiden, jumlah penduduk miskin negara ini menurut Bank Dunia pada 2024 masih sebanyak 194,4 juta jiwa atau 68,2 persen dari total populasi.

Meskipun Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pendapatan per kapita Indonesia tahun 2024 meningkat menjadi Rp 68,62 juta per tahun (Rp 6,55 juta per bulan), biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup juga tinggi.

Mengambil contoh di Jakarta, BPS menyebut biaya hidup di sini adalah yang tertinggi dibandingkan kota-kota lain di Indonesia. Per bulan biaya hidup di Jakarta mencapai sekitar Rp 14,88 juta untuk keluarga yang terdiri dari dua hingga enam orang.

Sementara portal loker Dealls memperkirakan biaya hidup lajang di Jakarta pada 2025 berkisar antara Rp 4,5 juta hingga Rp 6 juta yang sudah termasuk pengeluaran sewa tempat tinggal, transportasi, makan, utilitas, dan hiburan.

Mengerti pentingnya menabung, tapi sulit untuk konsisten

Populasi penduduk Indonesia saat ini didominasi oleh Generasi Z sebanyak 74,93 juta jiwa berdasarkan data Sensus Penduduk 2020. Sedangkan Generasi Milenial berada di bawahnya, sebanyak 69,38 juta jiwa.

Gaya hidup Gen Z sering dianggap mencerminkan hedonisme, konsumtif, dan impulsif.

Namun sebenarnya Generasi Milenial dan Gen Z lebih memahami pentingnya menabung dan berinvestasi. Perilaku menabung menunjukkan kesadaran akan pentingnya menabung untuk masa tua, pensiun, dan kebutuhan tak terduga (Anastasya & Pamungkas, 2023).

Populix melakukan survei terhadap Gen Z dan Milenial yang dirilis pada Juli 2025. Ditemukan bahwa sebanyak 42 persen dari mereka, yang didominasi oleh Milenial, langsung menyisihkan sebagian pengeluaran dan untuk menabung ketika sudah memiliki pendapatan.

Kemudian sebanyak 27 persen responden, mayoritas dari Gen Z, memilih untuk menabung terlebih dahulu, lalu menggunakan sisa pendapatan yang dimiliki.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahma Hidayati dkk (2025) dari Indonesia Banking School dengan judul Generation Z's Consumption and Savings Preferences Amidst Economic Uncertainty: A Thematic Analysis Approach menunjukkan bahwa

Generasi Z memiliki pemahaman dasar tentang pentingnya menabung, tetapi disiplin dan konsistensi menjadi tantangan.

Ketakutan untuk Menikah

Pada saat yang sama, angka pernikahan di Indonesia menurun drastis sejak 2023.

Ahli Psikologi Pemberdayaan Masyarakat Fakultas Psikologi Unair, Dr Ike Herdiana MPsi Psikolog pada tahun 2024 lalu menyatakan bahwa penurunan angka pernikahan disebabkan oleh faktor pertama yaitu meningkatnya pemberdayaan perempuan. Faktor kedua adalah kemiskinan dan finansial.

"Faktor kemiskinan juga menjadi penghalang, karena banyak pasangan menunda pernikahan karena kesulitan memenuhi kebutuhan hidup," katanya, dikutip dari situs Unair.

Selanjutnya, faktor ketiga menurut Dr Ike adalah ketidaksiapan fisik, mental, dan finansial. Ia mengatakan, generasi muda saat ini cenderung ingin mencapai stabilitas finansial dan kematangan emosional sebelum memutuskan untuk menikah.

Mana yang Lebih Menakutkan: Miskin atau Tidak Menikah?

Daffar, 24 tahun asal Banten yang merantau di Jakarta sebenarnya mengaku takut pada keduanya. Namun ia merasa lebih takut menjadi miskin.

"Jika saya miskin saya tidak bisa melakukan apa-apa, hidup saja susah, bagaimana saya bisa bahagia," kata Daffa melalui pesan singkat, Kamis (20/11/2025).

Ia juga setuju bahwa ada keterkaitan antara kondisi keuangan dengan ketakutan menikah.

"Itu jelas (berpengaruh). Jadi cowok miskin, siapa yang mau menikahi saya," kata Daffa.

Menurutnya, keinginan untuk menikah ada, tetapi bagi pria, kesejahteraan ekonomi menjadi hal yang sensitif untuk melangkah ke tahap pernikahan.

"Menjadi diri sendiri terkadang sulit. Kecuali jika sudah sangat mantap, gajinya di atas UMR, agak berani lah untuk pergi ke sana (pernikahan)," katanya.

Bagi Ahsan (27), menjadi miskin atau tidak menikah adalah pilihan yang sulit.

"Kebahagiaan berasal dari kekayaan dan tidak menikah. Jika memilih salah satu, misalnya tidak miskin tapi belum menikah atau menikah tapi miskin, saya lebih memilih pilihan pertama," kata Ahsan asal Jawa Barat.

"Karena jika tidak menikah, kita masih bisa memberi hadiah kepada diri sendiri atau tetap bisa membuat keluarga bahagia, apalagi masih ada orang tua sebagai keluarga terdekat. Jika miskin tapi menikah, ya tidak perlu dipikirkan karena belum stabil diri sendiri sudah menambah beban tanggungan," jelasnya.

Senada, dari sudut pandang sebagai seorang wanita, Tiara (25) asal Jakarta juga lebih takut menjadi miskin.

Kondisi ekonomi yang buruk berisiko menghancurkan keluarga menurutnya.

"Kalau menikah dengan orang miskin juga hanya penuh emosi. Akhirnya tidak menikah lagi," kata Tiara.

Komentar

Tampilkan