
KETIKA mengamati komet 3I/Atlas, para astronom menemukan aliran gas nikel. Temuan ini memicu kebingungan karena secara teori gas nikel yang mengandung atom logam berat sulit berkembang di ruang angkasa yang dingin.
Gas nikel dalam komet 3I/ATLAS ini terdeteksi pada Juli lalu melalui teleskop very large (VLT) dari Chile. Merujuk laporan Earth pada 17 November 2025, Teleskop Webb (JWST) milik Badan Antariksa Amerika Serikat atau NASA menemukan bahwa selubung gas dan debu di sekitar inti komet ini sangat kaya akan karbon dioksida (CO2) dibandingkan air (H2O).
Data Webb menunjukkan rasio CO2 terhadap H2O yang luar biasa, yakni delapan banding satu. Kombinasi antara nikel yang muncul jauh di wilayah dingin tata surya dan didominasi CO2 ini memicu pertanyaan besar tentang cara komet melepaskan atom logam dalam kondisi suhu yang sangat rendah.
Penemuan nikel ini sangat membingungkan peneliti NASA karena atom nikel biasanya tersembunyi di dalam mineral yang keras dan padat. Mineral-mineral ini membutuhkan panas yang sangat tinggi untuk menguap dan melepaskan atom nikel bebas. Temuan nikel bebas saat sinar matahari masih lemah mengisyaratkan adanya jalur pelepasan yang lebih lembut dan dapat beroperasi di tempat dingin.
Penelitian yang dipimpin oleh Rohan Rahatgaonkar dari Institute of Astrophysics Pontificia Universidad Católica de Chile (PUCC) mengungkap asal muasal fenomena ini. Komet 3I/Atlas yang kaya CO2 mengisyaratkan komet ini mungkin terbentuk atau menyimpan es di lingkungan tempat CO2 membeku secara efisien. Kondisi ini kemungkinan membuat logam terekspos pada radiasi, yang kemudian memicu jalur pelepasan suhu rendah.
Proses tersebut juga menunjukkan bahwa mekanisme pelepasan lemah yang terikat secara organik mungkin tersebar luas di luar tata surya. Penemuan ini sekaligus menantang asumsi lama dan memberikan target baru bagi ahli kimia dan astronom untuk memperdalam pengamatan mereka soal tata surya.