Iklan

Kasus Korupsi Pajak 2016–2020 Memanas, Mantan Direktur Jenderal Pajak dan Bos PT Djarum Dilarang Keluar Negeri

Friday, November 21, 2025, 6:49 AM WIB Last Updated 2025-11-22T00:05:50Z

PILIHAN RAKYAT- Kejaksaan Agung (Kejagung) secara resmi mengajukan pencegahan ke luar negeri terhadap mantan Direktur Jenderal Pajak, Ken Dwijugiasteadi, dalam rangka penyelidikan kasus dugaan korupsi perpajakan periode 2016–2020. Tidak hanya Ken, nama Direktur Utama PT Djarum, Victor Rachmat Hartono, juga tercatat dalam daftar yang kini tidak diizinkan bepergian ke luar negeri.

Informasi mengenai pencegahan tersebut disampaikan langsung oleh Plt. Dirjen Imigrasi, Yuldi Yusman. Ia menjelaskan bahwa daftar nama itu muncul berdasarkan permohonan resmi dari Kejagung sebagai bagian dari proses hukum yang sedang berlangsung.

Menurut Yuldi, terdapat lima orang yang ditetapkan dalam daftar cegah sejak 14 November 2025 untuk jangka waktu enam bulan ke depan. Adapun nama-nama tersebut meliputi:

  • Ken Dwijugiasteadi, mantan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan
  • Victor Rachmat Hartono, Direktur Utama PT Djarum
  • Karl Layman
  • Heru Budijanto Prabowo
  • Bernadette Ning Dijah Prananingrum

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum), Anang Supriatna, mengonfirmasi bahwa kelima nama yang beredar memang dilarang atas permintaan resmi Kejaksaan Agung.

"Benar, Kejaksaan Agung sudah meminta pencegahan terhadap beberapa pihak tersebut dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi yang mengurangi kewajiban pembayaran pajak perusahaan atau wajib pajak tahun 2016-2020 oleh oknum/pegawai pajak di Direktorat Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia," kata Anang ketika dikonfirmasi terkait kebenaran daftar nama tersebut.

Ketika ditanya mengenai status kelima orang tersebut, Anang memastikan bahwa semuanya masih berstatus saksi. "Mereka (kelimanya adalah saksi)," katanya.

Dugaan Korupsi dan Pemalsuan Pajak 2016–2020

Kejaksaan Agung diketahui sedang menyelidiki dugaan adanya praktik suap yang melibatkan oknum pegawai di Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Oknum tersebut disebut-sebut terlibat dalam 'memainkan' besaran kewajiban pajak perusahaan tertentu pada periode 2016 hingga 2020. Meskipun penyidikan sudah berjalan dan beberapa lokasi telah dilakukan penggeledahan, Kejaksaan Agung masih menahan diri untuk tidak mengungkapkan detail lengkap kasus tersebut.

"(Modusnya) mengurangi kewajiban pajak perusahaan atau wajib pajak tahun 2016-2020 oleh oknum pegawai pajak," kata Anang Supriatna menjelaskan pola yang saat ini sedang diselidiki.

Anang belum secara jelas menyebutkan perusahaan mana yang menjadi wajib pajak dalam kasus ini. Namun ia menegaskan bahwa ada indikasi kuat adanya pemberian imbalan atau suap kepada oknum pegawai tersebut sebagai balasan karena telah membantu mengurangi jumlah pajak yang seharusnya dibayarkan.

"Ada kompensasi untuk memperkecil. Jika ini berarti ada kesepakatan dan ada pemberian, itu adalah suap. Memperkecil (pembayaran pajak) dengan tujuan tertentu dan ada pemberian," kata Anang.

Hingga kini, perkara tersebut telah dinaikkan ke tahap penyidikan. Namun jaksa masih belum membuka secara detail konstruksi lengkap kasus dan peran masing-masing pihak.***

Komentar

Tampilkan