Iklan

DPR Dianggap Langgengkan Perbudakan Modern Jika Tak Sahkan RUU Perlindungan PRT

Friday, November 29, 2024, 4:39 PM WIB Last Updated 2024-12-04T11:26:49Z

 


Newsindonesia - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dianggap melanggengkan praktik perbudakan modern, jika menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT). 


Wakil Ketua Komisi Komnas Perempuan Olivia Chadidjah Salampessy menjelaskan, RUU PPRT bertujuan untuk menjamin hak-hak PRT bisa terlindungi dan terpenuhi. Keberadaan beleid ini diharapkan membuat setiap PRT memiliki payung hukum perlindungan dan mendapat jaminan sosial dari negara. 


“Karena mereka adalah warga negara, yang punya hak-hak. Nah salah satu haknya yang kami minta dilindungi, ya jaminan sosialnya. Paling kecil itu,” ujar Olivia di kantor Komnas Perempuan, Jumat (19/7/2024). 


“Kalaupun itu tidak bisa diberikan, bahkan untuk jaminan mereka saja, BPJS lah ya. Ini kan perbudakan modern yang nyata yang dilakukan oleh negara. Kita tidak bisa mengelak bahwa ini bukan perbudakan,” sambungnya. 


Atas dasar itu, Olivia berharap DPR RI memanfaatkan sisa waktu masa sidang 2024 untuk membahas RUU PPRT bersama pemerintahan, dan mengesahkannya menjadi UU. 


Sebab, UU PRT sangat diperlukan untuk menjamin setiap PRT terlindungi dari pelanggaran HAM dalam bentuk apa pun. 


“Ingat pekerja rumah tangga ada anak-anak di situ, ada kelompok rentan disabilitas di situ, ada mereka yang berpotensi jadi disabilitas di situ. Dimana nurani kita? Kalaupun kebijaksanaan tidak bisa diambil,” pungkasnya. 


Sebagai informasi, RUU PPRT telah diusulkan ke DPR RI sejak 2004 silam. Namun, RUU tersebut sampai saat ini belum disahkan menjadi UU. Olivia mengatakan, RUU PPRT saat ini terancam dianggap sebagai “RUU non-carry over” apabila tak segera di sahkan pada masa bakti DPR RI 2019-2024. 




Hal ini akan membuat semua tahapan yang telah berproses selama ini, harus diulang dari awal di periode DPR selanjutnya. 




“Jika tidak ada satu nomor daftar inventarisasi masalah pada sisa waktu periode legislatif saat ini, maka RUU PPRT dikategorikan sebagai RUU non-carry over,” ujar Olivia di Kantor Komnas HAM, Jumat (19/7/2024). “Berarti RUU PPRT harus dimulai kembali kepada tahapan perencanaan di periode DPR RI 2024-2029,” sambungnya.




Atas dasar itu, Komnas Perempuan, Komnas HAM, KPAI dan Komisi Nasional Disabilitas (KND) mendesak DPR untuk mengesahkan RUU PPRT pada sisa masa sidang 2024. “Mau tunggu berapa tahun lagi perjuangan ini, kalau tahun ini tidak (disahkan)?,sudah 20 tahun terabaikan. Kalau itu kembali menjadi sesuatu yang baru, yang kembali dari nol, bisa 21 tahun, 22, 23, 24, 25 tahun bahkan mungkin bisa lebih dari itu,” pungkasnya

Komentar

Tampilkan