Iklan

Kisah Hariyanto, Preman yang Memilih Jalan Hidup Menjadi Tukang Kunci Makam di Surabaya

Sunday, November 16, 2025, 1:05 PM WIB Last Updated 2025-11-17T06:42:53Z

SURABAYA, berita indonesia- Hariyanto terlihat santai di area pemakaman umum Jemur Wonosari, Kecamatan Wonocolo, Surabaya, Jawa Timur, pada pagi Minggu (16/11/2025).

Ia sedang membersihkan kotoran burung peliharaan yang beberapa kandangnya digantung di pohon-pohon di area pemakaman. Seorang orang datang mendekatinya dan memberinya sedikit uang saku.

“Tadi ada yang berduka, baru saja selesai dimakamkan,” kata Hariyanto saat diwawancarai.berita indonesia.

Hampir 24 jam ia menghabiskan waktu di area pemakaman untuk berjaga-jaga, barangkali ada keluarga yang memberi kabar duka dan mempersiapkan proses pemakaman.

Setiap pagi, sore dan juga jam-jam tertentu, Hariyanto menyapu, membersihkan makam dari sampah dedaunan yang jatuh tertiup angin. Kompleks pemakaman ini cukup bersih meski tidak terlalu luas.

Rutinitas ini dilakukan Hariyanto hampir setiap hari sejak 10 tahun terakhir. Ia adalah penjaga makam atau petugas makam di TPU Jemur Wonosari, Surabaya.

"Saya asli Kediri, tapi tinggal lama di Surabaya. Sekarang KTP-nya Surabaya juga, menyewa bersama istri dan anak di Gang 1," katanya memperkenalkan diri.

Seorang petugas makam di TPU Surabaya menerima gaji sebesar Rp 188.000 per bulan, jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tapi bagi Hariyanto, bukan sekadar nominal. Ia merasa tidak pernah kekurangan.

"Tidak tahu ya, saya merasa cukup saja. Bukti saya sehat. Intinya bersyukur. Jika dihitung dalam rupiah tidak cukup, tapi ini alam," katanya.

Selain mengandalkan profesi sebagai tukang kunci makam dengan gaji Rp 188.000 per bulan, Hariyanto memelihara burung untuk dijual. Selain itu, berjualan bunga saat musim ziarah.

"Jika ada yang ingin memesan penggantian batu nisan juga bisa ke saya, atau papan. Terkadang ada rezeki dari keluarga yang dikuburkan di sini, intinya jangan meminta-minta, saya tidak mau," katanya.

Hariyanto mengakui tidak jarang menerima keluhan dari keluarga jenazah saat makamnya tidak bersih atau pelayanannya kurang maksimal.

"Ada saja hal-hal yang terkadang saya disalahkan. Misalnya setelah saya menggali kubur, saya menyarankan untuk bertanya siapa yang akan mengerjakan azan, itu bisa saja salah. Jika ada satu daun yang jatuh, selalu ada saja yang marah, kan angin itu," katanya dengan santai.

Protes dari keluarga jenazah bagi Hariyanto, sebagai penjaga kuburan, seperti makanan sehari-hari. Ia mengaku tidak pernah sakit hati, meskipun terkadang hatinya sedih karena merasa tidak dihargai.

"Mungkin wajah saya mirip preman ini. Tapi ya ikhlas tanpa imbalan, tanpa pamrih. Yang penting proses penggalian makamnya lancar, cukup," harapnya.

Pesan kakek yang mengubah jalannya hidup

Sebelum menjadi penjaga makam, Hariyanto hidup bebas di kota. Ia mengaku pernah bernyanyi di jalan hingga sering mengonsumsi alkohol.

Pada suatu ketika, ia teringat akan pesan kakeknya yang menceritakan tentang asal-usul dan keturunan sebagai penjaga, "tidak semua orang mampu menjadi penjaga," itulah pesannya.

"Orang bisa saja semua tetapi tidak semua dengan sepenuh hati. Saya merasa ini adalah takdir, hidup itu pilihan, dan saya memilih takdir ini menjadi penjaga makam," katanya.

Pahit manis kehidupan sudah ia telan bertahun-tahun. Hariyanto lebih banyak hidup dengan segala kekurangan secara ekonomi. Namun, istrinya memperbolehkan ia memilih jalan hidupnya.

"Saya membuat perjanjian dengan istri. Lebih baik saya menjadi preman minum-minum jadi nakal atau saya di sini tapi tidak mendapatkan apa-apa. Lambat laun roda kehidupan itu berputar," katanya.

Sekarang, Hariyanto merasa lebih tenang ketika menghabiskan waktu di area pemakaman meskipun hanya sekadar bersantai sambil mendengar burung peliharaannya berkicau.

"Lebih tenang, tidak memikirkan dunia luar tapi risikonya saya kehilangan banyak teman dan kesenangan. Jika ada pekerjaan lain yang setiap hari harus meninggalkan makam juga saya merasa keberatan," katanya.

Hariyanto tidak mengharapkan gaji besar untuk menjadi penjaga makam. Ia berharap berkah dari Tuhan karena membantu menjaga makam.

"Saya mencari barokah. Pembayarannya nanti setelah saya mati. Sampai mati saya akan di sini, cukup dengan bismillah," tutupnya.

Komentar

Tampilkan