
JAKARTA, - Perselisihan internal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) hingga Kamis (27/11/2025) masih belum menemui kesepakatan.
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya dan pihak Rais Aam PBNU Miftachul Akhyar saling bertukar dalil, menyampaikan argumen bahwa keputusan yang mereka ambil masing-masing didasarkan pada dasar yang kuat.
Perselisihan organisasi masyarakat Islam terbesar di Indonesia ini diketahui berawal dari hasil rapat pengurus harian Syuriyah PBNU pada 20 November 2025.
Dalam hasil rapat tersebut disampaikan bahwa Gus Yahya telah merusak reputasi organisasi dengan mengundang tokoh zionis Peter Berkowitz dalam pelatihan kepemimpinan kader NU terkemuka, yaitu Akademi Kepemimpinan Nasional Nahdlatul Ulama (AKN NU).
Sidang Pengurus Harian Syuriyah PBNU selanjutnya menilai tindakan Gus Yahya melanggar Peraturan Perkumpulan NU Nomor 13 Tahun 2025.
Pertemuan tersebut juga mengambil keputusan bahwa Gus Yahya harus mengundurkan diri dan diberikan waktu tiga hari sejak surat keputusan diterima.
Jika dalam tiga hari tidak mengundurkan diri, Gus Yahya dianggap telah dipecat sebagai Ketua Umum PBNU.
Gus Yahya tidak langsung menerima keputusan rapat harian tersebut. Beberapa alasan yang dimilikinya adalah ia merasa belum diberi kesempatan untuk menjelaskan diri.
Selain itu, ia yakin bahwa rapat Pengurus Harian Syuriyah tidak mampu menghilangkan mandat Muktamar Lampung yang menunjuk Gus Yahya sebagai Ketua Umum.
Dasar hukum penghentian Gus Yahya
Ketua Syuriah PBNU Sarmidi Husna mengatakan, keputusan pada 20 November 2025 yang menuntut Gus Yahya mundur telah dijelaskan dengan jelas.
Tindakan Gus Yahya dianggap telah melanggar aturan yang tercantum dalam Peraturan Perkumpulan PBNU.
"Karena pengurus Harian Syuriyah menganggap mengundang seseorang sebagai narasumber yang pro-Zionis merusak reputasi organisasi, merusak nama baik organisasi, dan hal ini juga melanggar Qanun Asasi serta paham Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah. Hal ini sudah masuk dalam kategori yang dapat dijadikan dasar untuk memberhentikannya," katanya.
Wakil Sekretaris Jenderal PBNU, Nur Hidayat yang ikut serta mendampingi Kyai Sarmidi selanjutnya menyerahkan Peraturan Perkumpulan yang dimaksud kepada.
Dokumen yang dikirimkan adalah Peraturan PBNU Nomor 01/X/2023.
Di dalamnya, terdapat dokumen yang telah diberi tanda kuning Pasal 3 ayat 1 yang berisi penjelasan bahwa pemberhentian dengan hormat terhadap fungsionaris pengurus dengan jabatan Rais Aam dan Ketua Umum PBNU hingga tingkat anak ranting ditetapkan dalam Rapat Pleno sesuai tingkat kepengurusan.
Selanjutnya, Pasal 7 ayat 1 yang juga ditandai dengan warna kuning menjelaskan bahwa pemberhentian tidak hormat terhadap pengurus fungsionaris dengan jabatan Rais Aam dan Ketua Umum PBNU hingga tingkat pengurus anak ranting ditentukan dalam rapat pleno sesuai tingkat kepengurusan.
Peraturan ini ditandatangani oleh Rais Aam Miftachul Akhyar, Katib Aam Akhmad Said Asrori, Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf, serta Sekjen PBNU Saifullah Yusuf pada 27 Oktober 2023.
Sementara mengenai pasal yang dilanggar adalah Pasal 8 huruf a Peraturan Perkumpulan NU Nomor 13 Tahun 2025, aturan yang muncul dari Musyawarah Nasional Alim Ulama Konferensi Besar Nahdlatul Ulama Tahun 2025.
Pasal ini menjelaskan bahwa pemberhentian tidak hormat terhadap pengurus NU dapat dilakukan apabila melakukan tindakan yang merusak reputasi organisasi.
Ayat a Pasal 8 Peraturan Perkumpulan NU Nomor 13 Tahun 2025 yang lengkap adalah sebagai berikut:
Penghapusan secara tidak hormat, sebagaimana diatur dalam Pasal 6, dilakukan terhadap anggota organisasi karena pihak yang bersangkutan:
a. mengambil tindakan yang merusak reputasi organisasi;
b. mengambil tindakan yang merugikan organisasi secara finansial;
c. mengambil tindakan hukum terhadap Nahdlatul Ulama; dan/atau
d. menjalani hukuman kurungan sebagai akibat dari tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Berdasarkan pasal-pasal tersebut, Gus Yahya dianggap telah merusak nama PBNU karena tindakannya mengundang tokoh zionis khususnya dalam acara kaderisasi NU.
Bertahan lewat AD/ART
Namun Gus Yahya menegaskan bahwa wewenang muktamar yang memberikan jabatan Ketua Umum tidak bisa dengan mudah ditolak hanya berdasarkan dalil dari pihak Rais Aam.
Ia menyampaikan alasan yang berbeda, yaitu melalui Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang disahkan dalam Muktamar Lampung pada 2022.
Karena berdasarkan AD/ART, Gus Yahya hanya dapat mundur melalui muktamar atau pelaksanaan muktamar luar biasa (MLB).
Di dalam buku AD/ART Nahdlatul Ulama, Keputusan Muktamar ke-34 NU yang diterbitkan pada Juli 2022, terdapat pembahasan mengenai BAB XXII tentang Pemilihan Tingkat Nasional.
Di Pasal 73 disebutkan bahwa Muktamar merupakan lembaga musyawarah tertinggi dalam NU yang membahas berbagai isu, termasuk AD/ART. Salah satu hal yang paling penting adalah menentukan pemilihan Ketua Umum PBNU.
Muktamar dianggap sah apabila dihadiri oleh 2/3 jumlah wilayah dan cabang/cabang khusus yang sah.
Di pasal 74, dibahas mengenai pelaksanaan MLB. Pasal 74 ayat 1 menjelaskan bahwa MLB bisa dilaksanakan jika pemimpin tertinggi PBNU, seperti Rais Aam atau Ketua Umum, melakukan pelanggaran serius terhadap AD/ART.
Pasal 2 menyatakan bahwa MLB dapat diadakan berdasarkan usulan minimal 50 persen ditambah 1 dari jumlah wilayah dan cabang, dengan ketentuan peserta dalam MLB mengacu pada aturan Muktamar, yaitu 2/3 jumlah wilayah dan cabang/kabupaten khusus yang sah.
Kemudian Pasal 75 mengatur tentang Musyawarah Nasional Alim Ulama yang menjadi lembaga tertinggi setelah muktamar.
Forum ini yang menghasilkan Peraturan Perkumpulan Nomor 13 Tahun 2025 sebagai alasan utama penghentian Gus Yahya dari jabatan Ketua Umum.
Namun dalam ayat 6 pasal tersebut disebutkan, Musyawarah Nasional Alim Ulama tidak berhak mengubah Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, keputusan muktamar, dan tidak melakukan pemilihan pengurus baru.
Bab tersebut kemudian diakhiri dengan Pasal 77 yang berbunyi, "Aturan lebih lanjut mengenai musyawarah tingkat nasional akan ditentukan dalam Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama."
Suara dari nahdliyin
Meskipun kedua belah pihak memiliki alasan yang berbeda, terdapat satu lembaga dari Nahdlatul Ulama yang merasa kecewa terhadap perselisihan antara pejabat tinggi PBNU tersebut.
Mereka merupakan warga Nahdliyin, pengikut dari Nahdlatul Ulama yang merasa malu terhadap konflik yang semakin memburuk.
"Marah, sedih, kecewa, (namun) tidak berani memberi komentar banyak karena yang mengganggu adalah ulama," kata Syakirun, warga NU asal Cilacap, Jawa Tengah, kepada, Kamis (27/11/2025).
Syakirun menyatakan, perpecahan di kalangan elit PBNU harus menjadi pelajaran agar organisasi ini tidak terlalu dekat dengan pemerintah dan kembali fokus pada kepentingan para anggota Nahdliyyin.
"NU bisa berkembang tanpa tambang, tanpanggondeli (bergelayut dengan) penguasa," katanya.
Syakirun juga mengatakan, peristiwa ini harus menjadi refleksi bagi pengurus PBNU yang terlalu terlibat dalam politik dan mencari keuntungan di dalam Nahdlatul Ulama.
"Malu terhadap jemaahnya, kiai desa, kiai langgar yang mengabdikan hidupnya dan tetap hidup sederhana, serta simbok-simbok yang rajin pergi ke pengajian, menyediakan camilan untuk kehidupan jemaah lain meskipun dia sendiri hidup dalam keterbatasan. Malu, akhirnya aku menangis," katanya lagi.
Sama halnya dengan Muzawwir, penduduk nahdliyin dari Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), merasakan hal yang sama.
Ia menyampaikan, saatnya para pengurus NU kembali meneladani para kyai yang berada dalam lingkaran budaya, benar-benar melindungi dan mengelola masyarakat tanpa perlu bersaing untuk mendapatkan posisi sebagai pengurus.
"Jika menjadi NU struktural menghambat diri dalam melayani umat, lebih baik menjadi NU kultural saja. Karena NU berjalan seperti itu, lebih kepada budaya," ujar Muzawwir.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD juga ikut menyampaikan pendiriannya mengenai perpecahan di PBNU dengan status sebagai anggota Nahdliyin.
Ia menyatakan, perpecahan tidak baik bagi NU dan berharap organisasi Islam terbesar di Indonesia ini dapat bertahan.
"Berhenti saja, lupakan semuanya, bersatulah, sekarang kembali," tambahnya.
Ia berharap konflik internal segera terselesaikan guna melindungi organisasi yang besar itu.
Akademisi dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menyatakan, perselisihan antara pejabat tinggi PBNU akan berdampak pada NU kultural yang menjadi dasar massa Nahdlatul Ulama.
"Pasti mereka yang merasa dirugikan," katanya kepada, Kamis.
Menurut Ujang, perselisihan tentang kepemimpinan PBNU akan berdampak pada kebijakan yang diambil di tingkat pusat.
Oleh karena itu, diperlukan kebijaksanaan tokoh NU struktural agar mampu menjaga NU tetap kondusif, serta tetap bisa memperkuat NU kultural. Kerugian yang dialami oleh NU kultural tidak boleh dianggap remeh, karena mereka adalah basis massa dari NU struktural selama ini.
Ia berharap perselisihan tersebut dapat diselesaikan secara internal karena PBNU merupakan aset negara. Ujang berharap jajaran pengurus dapat bersatu dan kompak dalam menjaga martabat PBNU.